Tenaga Klasifikasi Berperan Cetak Atlet Disabilitas
Prestasi atlet-atlet disabilitas di kancah nasional maupun internasional, tak lepas dari peran para personel yang mengawal dan mengarahkannya di lapangan. Tak hanya pelatih, namun tenaga klasifikasi atau classifier juga sangat penting dalam proses mencetak prestasi mereka.
‘’Atlet boleh silih berganti, sesuai kemampuan dan capaian prestasinya. Namun peran pelatih, classifier dan pengurus akan terus berjalan demi meningkatkan prestasi olahraga bangsa ini,’’ kata Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disporapara) Jateng Sinoeng N Rachmadi.
Hal itu disampaikan saat membuka Pelatihan Klasifikasi Disabilitas Olahraga yang digelar di Syariah Hotel Lorin Solo, Kamis (26/9) malam. Menurut dia, tanpa keberadaan classifier dan pelatih, atlet disabilitas tidak bisa bersaing maksimal sesuai cabang yang digelutinya, serta mencapai prestasi puncak.
Kegiatan yang rencananya berakhir pada Sabtu (27/9) itu diselenggarakan National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Jateng bekerja sama dengan Dinporapar Jateng. Seratusan peserta tenaga klasifikasi dari 35 kota/kabupaten dan koordinator cabang olahraga disabilitas mengikuti pelatihan itu.
Bangga
Sinoeng merasa bangga, sebab 82 dari 300 atlet NPCI dalam pelatnas ASEAN Para Games (APG) Filipina 2019, merupakan atlet-atlet asal Jateng. ‘’Kalau mereka nanti jadi juara Asia Tenggara, berarti andil saudara-saudara juga besar. Maka dari pertemuan ini, mari tingkatkan kemampuan mengklasifikasikan potensi atlet sesuai disabilitasnya.’’
SEMANGAT: Kepala Disporapar Jateng Sinoeng N Rachmadi (pegang mikrofon) memberi semangat kepada peserta Pelatihan Klasifikasi Disabilitas Olahraga di Syariah Hotel Lorin Solo, Kamis (27/9) malam.
Sebelumnya, Sekretaris Umum NPCI Jateng Priyano mewakili Ketua Umum Osritas Muslim menyebut pelatihan itu bermanfaat untuk memetakan sejak dini kemampuan atlet difabel. ‘’Maka manfaatkan paparan dari narasumber untuk menyerap pengetahuan sebanyak-banyaknya guna mencermati potensi-potensi atlet di daerah masing-masing,’’ ujarnya.
Salah seorang narasumber, Kabid Pelayanan Medis RS Ortopedi Pro Dr R Soeharso Surakarta, dokter Retno Setianing mengungkapkan, tenaga klasifikasi harus cermat meneliti kemampuan fisik atlet, sebelum menetapkan sang atlet masuk kelompok disabilitas mana, sesuai parameter minimun dalam aturan Paralympic. Dia mencontohkan, gangguan syaraf motorik pada atlet celebral palsy, tak hanya bisa ditentukan dengan melihat gerakannya, tetapi juga kekuatan otot di bagian-bagian organ gerak tubuhnya.
‘’Kalau lebih teliti, maka bisa ditemukan kelemahan-kelemahan lain yang justru menambah poin atlet. Pada akhirnya, atlet dapat lebih maksimal meraih prestasi di kelompok bersaing pada cabang olahraga yang diikutinya,’’ jelas Retno.(Setyo Wiyono)
SOLO,suaramerdekasolo.com