Akhmad Saidah Tunjukkan Gemilang Kariernya di Paralympic
SOLO, npcjateng.com - Akhmad Saidah, nama ini mungkin kurang familiar di telinga banyak orang. Akan tetapi, nama ini sudah cukup lama melanglang buana di kancah olahraga disabilitas Indonesia. Selama hampir 17 tahun menekuni olahraga disabilitas, pria asal Klaten ini tunjukkan kegigihannya lewat prestasi yang berhasil dicapainya.
Tahun 2008 adalah jejak mula prestasinya yang membanggakan. Keputusannya menata karier di dunia olahraga bermula saat Ia membaca berita tentang bola yang diselenggarakan oleh Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas).
Kemunculan temannya dalam berita tersebut membangkitkan motivasi dalam diri Saidah untuk mencoba berkarir di dunia olahraga, hal ini dilakukannya demi memperbaiki hidupnya menjadi lebih baik lagi.
Cabang olahraga (cabor) pertama yang ditekuninya saat itu adalah atletik, di tahun 2008 Saidah mulai fokus berlatih. Kemudian di tahun 2009, dia mengikuti pertandingan tingkat provinsi untuk pertama kalinya.
Pada tahun 2018, dia memutuskan untuk beralih ke cabor anggar kursi roda. Namun karena tidak ada pembinaan anggar pada saat itu, Ia kemudian beralih ke cabor para triathlon di tahun 2019.
Setahun kemudian tepatnya 2020, Saidah memutuskan kembali lagi ke atletik. Kemudian di tahun ini Ia kembali ke anggar kursi roda, dua bulan menjelang Peparnas. Peralihan cabor ini dilakukannya atas himbauan dari ketua NPCI Jawa Tengah, Osrita Muslim.
Pengalaman panjang ini merupakan bukti bahwa kegigihan dan semangat juang tak pernah surut dari dalam diri Saidah. Selama berkarir Saidah sudah banyak menyumbangkan medali bagi Jawa Tengah di pertandingan tingkat nasional. Terhitung, Ia sudah mengikuti 4 kali Peparnas yaitu di tahun 2012, 2016, 2021 dan 2024. Hampir semuanya beroleh medali emas.
Pada Peparnas terakhir, Saidah berhasil raih lima medali emas di cabor anggar kursi roda. Hebat, hanya dalam waktu 2 bulan sejak perpindahan cabor dia sudah berhasil memborong medali emas.
Pertandingannya di Peparnas kemarin menjadi pertandingan yang berkesan untuknya.
“Paling berkesan Peparnas kemarin. Awal mula masuk pelatda di atletik. Baru kurang 2 bulan menjelang Peparnas udah ditarik ke anggar. Di pertandingan ada mantan pemain able, itu yg paling berkesan” ungkap Saidah.
Apabila dibandingkan, Ia mengaku bahwa anggar kursi roda jauh lebih sulit dibanding atletik. Hal ini karena olahraga ini juga mengandalkan logika, tak hanya bergantung pada fisik saja. Saidah menyebut anggar selayaknya catur hidup, setiap melakukan langkah Ia harus bisa mempersiapkan minimal tiga langkah kedepannya.
Pada cabor atletik apabila tidak ada pelatihan khusus seperti pelatda, Ia biasanya berlatih minimal sekali dalam seminggu. Sementara di anggar Ia hanya bisa berlatih saat pemusatan latihan saja. Hal ini karena anggar harus memiliki sparring partner berbeda dengan atletik yang latihannya bisa dilakukan sendiri. Saat dirumah latihan yang biasanya dilakukan Saidah berupa afirmasi.
Dalam menjaga staminanya, Saidah berfokus pada pengelolaan mindset. “Makanan dijaga. Kurangi minyak, rokok, dan sebagainya” jelasnya.
Sebelumnya dia merupakan seorang perokok, akan tetapi sejak mengenal para triathlon Ia sudah berhenti merokok dan mulai menata gaya hidup sehat. Saat beralih ke cabor anggar Ia mulai memperbanyak minum dan mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak air. Ini karena anggar jauh lebih melelahkan dibanding atletik.
Saidah dengan jujur mengatakan bahwa Ia tak pernah berpikir akan menjadi seorang atlet seperti saat ini. Ia tak pernah mengambil pendidikan formal yang berkaitan dengan olahraga.
Keluarganya juga tidak ada yang pernah terjun di bidang ini sebelumnya. Meski demikian, dengan bangga Saidah mengaku keluarganya selalu mendukungnya. Keluarganya tidak akan melarangnya apabila tindakannya tersebut positif. Saidah berprinsip bahwa setiap hal haruslah dilakukan dengan totalitas.
Di usianya yang kini menginjak 44 tahun, Saidah ingin tetap fokus di kancah olahraga disabiltias. Ia ingin tetap di cabor anggar kursi roda karena kesempatan di cabor ini masih terbuka lebar. Ini karena anggar merupakan cabor permainan bukan olahraga terukur, berbeda dengan atletik yang menerapkan batasan usia. Kedepannya, pria ini berharap bisa melebarkan sayapnya hingga go international.
Sebelumnya Saidah sudah pernah terjun di bidang wirausaha, yakni membuka usaha fotocopy dan toko snack. Namun usaha tersebut tidak bertahan lama karena pandemi Covid-19. Saat ini Ia hanya ingin fokus di bidang olahraga saja. Selain sebagai atlet terkadang Ia juga turut dalam pencarian regenerasi atlet di Klaten. Meski demikian Ia tidak bisa memastikan apakah setelah pensiun akan mencoba di bidang lain.
“Pernah mengajar di SLB, kerja di BTN trus resign dan memilih fokus jadi atlet. Karena berdasarkan pengalaman kemarin gak bisa mendua harus totalitas di salah satu, dan akhirnya memilih totalitas di atlet itu tadi,” tutur Saidah.
Atlet disabilitas kebanggaan Jawa Tengah ini terus menginspirasi dengan semangat juangnya. Keterbatasan dan usia bukanlah hambatan baginya untuk menunjukkan potensi diri.
Pria asal Klaten tersebut mengaku sulit membagi waktu untuk kerja dan keluarga. Semenjak terjun di dunia atlet dan mengikuti serangkaian kegiatan pelatihan, Saidah mengaku banyak melewatkan momen bersama keluarga terutama anak.
" Apalagi anak saya tunggal, nggak punya adik atau kakak. Jadi dari dia kecil, saya banyak ninggalin dia. Dari TK, SD, SMP, SMA sampai kuliah juga," ujar Saidah.
Pria yang kerap dipanggil Cimek itu mengungkapkan, dia harus mengorbankan keluarga hingga sampai di titik ini.
Di sisi lain, dirinya pernah mengambil double job dengan bergabung kepengurusan Jawa Tengah di kantor pada tahun 2016. Namun akhirnya, salah satu harus dikorbankan karena prestasinya menurun.
Saidah mengungkapkan, hal tersebut bisa dikatakan mendua dan harus pilih salah satu agar bisa totalitas. Merasa dirinya 'berbeda', Saidah berprinsip harus tampil 'berbeda' dari mereka yang 'berbeda'.
Meskipun baru berlatih dua bulan menjelang Peparnas 2024, Saidah mengaku telah mempersiapkan semuanya secara matang. Bahkan, dirinya berlatih dengan para atlet Jateng yang baru saja usai mengikuti PON Aceh-Sumut 2024.
Jawa Barat menjadi lawan terberatnya di Peparnas 2024 mengingat lawannya merupakan mantan atlet umum yang pernah mengikuti pelatihan nasional.
Dalam bermain anggar, Saidah menyebut harus cepat mengambil keputusan. Dirinya merasa banyak pelajaran yang diambil, mulai dari menguasai ego, melatih kesabaran dan menata mental.
"Di anggar, kita tidak sendiri. Maka selagi mengikuti arahan pelatih untuk ini dan itu, Insya Allah pasti bisa," ujarnya.
Keluarga adalah segalanya. Baginya, keluarga menjadi faktor penting dalam memotivasi semangatnya.
"Kalau ada apa-apa dengan mereka, tentu sangat mempengaruhi kondisi saya. Makanya saya selalu minta doa setiap mau latihan maupun bertanding. Saya juga pesan, kalau ada apa-apa ditahan dulu, jangan kasih tahu saya apalagi pas mau tanding," jelas Saidah.
Sebagai atlet, Saidah meresapi betul penggalan-penggalan lirik Mars Patriot Olahraga. Ibarat seorang prajurit, dia siap ditugaskan di manapun di kancah olahraga.
Dirinya berharap menjadi atlet yang mampu 'Go Internasional' selama masih mampu dan dipercaya. Ia bertekad membanggakan Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia dan keluarga. Itu sesuai dalam lirik Mars Patriot Olahraga, "...Mengabdi berkarya untuk nusa bangsa, dalam meraih cita-cita.."(NPCI Jateng)